KONTAK SAYA

Jodohkan Saja (Part 2)

Jodohkan Saja Part 1 baca di sini 


Jodohkan Saja (Part 2)


Bulu kuduk Reva meremang, matanya terbelalak seperti mau lepas, bibir yang tadi manyun kini justru menganga lebar. 

"Iya, kenalkan nama saya Tomo dari paket wisata Lombok Beauty."


Lelaki itu muncul dengan penuh percaya diri. Menjulurkan tangan dan mengakui sebuah nama yang tidak serasi sama sekali dengan perawakannya.

Tomo? Reva menimbang-nimbang tahun berapa lelaki itu lahir sampai orangtuanya menyandangkan nama yang umumnya disandang lelaki seumuran Mang Parto.

"Non Irma dan Non Riva."

"Reva," protesnya.

"Iya, Non Reva, cepat selesaikan makannya. Seperempat jam lagi kita harus naik kapal ke tempat tujuan." diliriknya jam yang melingkar di tangan, lalu tersenyum membayangkan sesaat lagi kapal yang sudah dia sewa khusus itu akan memberinya atmosfer romantis pada dua wanita di depannya.

"Ke mana?" tanya Reva penasaran.

"Udah cepetan makan nanti kita juga tahu," pungkas Irma yang kemudian dengan lahap menyantap nasi goreng favoritnya. 

Di pelabuhan yang tidak nampak seperti pelabuhan itu, beberapa perahu motor  tertambat rapi. Dua di antaranya tengah bersiap berangkat.


Kapal melaju cepat, menerjang ombak. Kapal dengan bangku bambu dan dinding terbuka membuat mereka bisa menikmati indahnya air laut yang berkilauan ditempa cahaya bulan yang hampir melingkar sempurna. Harusnya ini jadi pemandangan yang menakjubkan. Sayangnya hanya sesaat, karena kenyataan justru sangat memalukan. Dua wanita berlibur tanpa persiapan mabuk laut sepanjang pelayaran. Nasi goreng yang tadi masuk ke dalam perut dengan baik-baik, seketika memberontak keluar. Reva pikir, Irma sudah membuat keputusan cerdas memilih jasa paket wisata dengan servise lumayan baik. Meski dia tidak tahu, kalau mabuk laut termasuk dalam deretan daftar servise yang mereka sediakan.

"Tahan ya. Wajah kalian pucat sekali. Sebentar lagi kapal berlabuh, saya sudah menghubungi teman untuk menjemput kita di pelabuhan. Saya tidak akan kuat kalau harus menggendong kalian berdua," jelas Tomo panik sambil terus memijit tengkuk Reva dan Irma bergantian.

Ia memandang melas pada dua wanita itu, khususnya wanita yang sejak singgah di balik kelopak matanya, ternyata tetap tinggal di sana. Bahkan dari hari ke hari mulai merasuk ke pikirannya seiring pertemuan-pertemuan kebetulan yang dia yakini bukan sekedar kebetulan, melainkam rangkaian takdir yang ingin dia selesaikan. Sayangnya si wanita belum juga menyadari kehadirannya yang akhir-akhir ini berkeliling di sekitarnya. Seperti oksigen yang bisa dihirup di mana pun ia berada.

Irma menahan tawa melihat lelaki itu hampir kehilangan kendali dalam memainkan perannya. Hey boy, jangan buru-buru kalau kamu ingin dapat ruang lebih banyak di hatinya.


Sementara Reva yang merasakan tubuhnya terlalu lemas, enggan untuk menanggapi simpati Tomo dan hanya tersenyum geli mendengar kalimat lelucon itu.

Siapa juga yang mau digendong sama Tomo? Coba kalau namanya, Tom, Tommy. Emm satu lagi, seandainya Tomo mengenakan t-shirt ketat, mungkin tubuhnya mirip-mirip Ade Ray. Bukan kaya sekarang mirip officeboy. Aku Reva dalam hati.


Terhuyung-huyung Tomo merangkul mereka turun dari kapal. Seorang lelaki paruh baya mendekat. Mengangguk ramah pada Tomo.

Laju Cidomo berangsur lambat, Reva terlelap meski sekuat tenaga berusaha mencegahnya. Tomo merengkuh dan menyandarkan kepala Reva ke pundaknya. 
Gadis bodoh. Batin Tomo melihat wanita dalam pelukannya masih berpura baik-baik saja, padahal dia tengah kecewa dan dilanda keresahan.


***
"Reva, bangun!"

Panggilan Irma datang bersamaan terjangan silau mentari yang berhasil membuat Reva memicingkan mata. Dikatupnya kedua telapak tangan ke wajah lalu mengintip dari sela-sela jemari. Dilihatnya ruangan didominasi warna biru teduh dengan lampu neon bulat di atas ranjang. Dilihatnya Irma berdiri  di depan jendela, menarik tangannya ke atas menatap ke luar.

Sontak Reva menengok bagian dalam selimutnya sembari mengingat-ngingat kejadian semalam. Hal terakhir yang masih membekas dalam memorinya ialah ketika tubuhnya terguncang ia membuka mata dan mendapati sebidang bahu lebar di bawah tulang pipinya, lalu ia memilih kembali lelap. Apa yang terjadi setelah itu sampai aku terbaring di kamar ini?

"Ir, apa yang terjadi semalam?"

Irma tersenyum lalu menurunkan tangan, menoleh ke arah Reva dengan tatapan serius dan mencurigakan kemudian kembali memalingkan wajah ke luar jendela.


"Jangan bilang kalau kita," ujar Reva panik kemudian bangkit dari ranjang. Memeriksa sekujur tubuh, meraba dari atas sampai bawah. Sial aku tidak ingat apa pun.

"Jadi kamu lupa apa yang Tomo lakukan semalam?" tutur Irma diikuti helaan napas berat dan panjang.

Apa yang terjadi?

"Dia memanfaatkan kita? Pantas saja aku merasa aneh kemarin cuma kita doang yang naik kapal itu. Hei, kenapa kamu bisa tenang-tenang begitu. Lapor polisi!"

"Aku nggak ada urusan sama dia." ujar Irma lagi dengan nada cuek. Sementara sebentuk suara sudah melompat-lompat di kerongkongannya.

Reva  berlari mendekat, menarik bahu Irma hingga mereka kini berhadapan.

"Katakan apa yang terjadi? Dia tidak, e dia tidak melakukan apa pun sama kamu?
Kamu ingat-ingat lagi. Ayo ingat-ingat. Apa saja yang terjadi pada kita semalam," tutur Reva panik  disusul tangis. Lebay.

"Yah, dia menggendongmu dari depan resepsionis sampai ke kasur."

Tawa Irma lepas, ia terbahak sambil menutup mulutnya dan lari ke kamar mandi. Reva tertegun, tangisnya tertahan beberapa detik  kemudian menangis lebih keras.

"Nggak lucu tahu, aku hampir mati panik," protesnya sambil menghapus sisa-sia air mata setelah Irma kembali dengan segelas teh hangat.

"Iya, sorry, sorry. Lagian kamu serius banget. Mana mungkin aku ngebiarin bos muda dijahatin orang? Eh tapi bener kamu nggak inget saat Tomo gendong kamu semalam? Suer, gayanya maco banget. Kalau di film-film itu ya, kaya pengantin baru yang mau itu itu," ledek Irma tanpa rasa bersalah.

"Pikirannmu ngelantur ke mana-mana," sanggahnya sambil melempari Irma dengan tisu bekas ingus. "Emm, kenapa nggak bilang aja sama papa kalau sebenarnya kamu yang udah kebelet nikah? Lagian si Dilan itu sudah lima tahun macarin kamu, kapan nikahnya?  Ntar  aku request khusus sama dia, biar bopong kamu ke kamar pengantin saat malam pertama."

"Eh, Pak Presdir bakal ngijinin aku nikah kalau anak gadisnya sudah maju ke pelaminan dulu. Makanya terima aja kenyataan, yakin deh jalaran tresno itu saka kulino."

"Hah, no way. Please deh jangan coba-coba membujukku menerima perjodohan itu dengan lapang dada. Semua itu cuma demi papa. Seumur hidup, papa cuma ngajuin satu permintaan. Jadi aku nggak ingin bikin papa kecewa."

"Tapi om juga akan bahagia, kalau putri kecilnya bahagia."

"Kamu yakin aku akan bahagia setelah menikah dengan orang yang nggak aku cintai itu?"

Irma mengangguk mantap.

Reva tidak habis pikir "Tapi perjodohan itu terlalu cepat Ir, bulan depan kami kenalan, satu bulan setelahnya menikah."

Reva mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan, lalu dia mencium sesuatu, asam dan menyengat. Aku belum mandi.

***

"Sepertinya sisa mabuk laut semalam sudah hilang, wajah nona-nona cantik ini sudah cerah lagi." Tomo membungkuk dan mempersilakan dua wanita itu mendahuluinya.

Reva tersenyum sinis menanggapi gombalan Tomo. Ternyata makin lama dilihat, lelaki itu tidak ada lugu-lugunya. Cuma seragam sopirnya saja yang sekilas menampilkan kesan seperti itu. Kenyataannya dia mirip lelaki pada umumnya, bahkan kalau Reva pikir Tomo termasuk mesum.

Ngapain juga sok romantis nggendong custemernya ke kamar hotel?

"Oya, makasih ya semalam dan nganter tuan putri kita ke kamar. Maaf jadi ngrepotin."

Reva melotot, "Irma, ngapain minta maaf, kan udah jadi tugas pemandu wisata?"

Lagi-lagi Tomo tersenyum mendapati tingkah konyol dan spontan Reva yang ternyata membuatnya tak sabar untuk memperpendek jarak antar mereka. Apa yang Irma katakan padanya semalam benar, bila Reva kekanakan. Namun baginya itu juga kepolosan.

"Aduh, gawat ya kalau setiap pemandu wisata harus nggendong para tamu ke kamar hotel." Irma meraih lengan Tomo kemudian berlalu meninggalkan Reva yang masih sibuk ngedumel tidak jelas.

Kesal, Reva pun hanya diam dan terus mengikuti mereka.

Hey, ini liburanku, kenapa justru aku yang ngikut mereka? Peduli amat kalau Irma yang sudah nyewa sopir travel itu. Toh aku nggak pernah menginginkan.

Mereka berjalan menyusuri tepian pantai yang ditaburi pasir-pasir halus dan putih. Laut biru jernih. Satu dua Cidomo lalu-lalang membawa para turis mengelilingi Gili Trawangan. Reva  belum tahu alasan Tomo membawa mereka ke tempat ini. Itu tidak penting, dia hanya berharap bisa berkeliling pulau naik kapal, bertemu seseorang yang bisa mewujudkan mimpinya jadi kenyataan dan berarti menyelamatkan dia dari pernikahan tak bermutu itu.


Langkah Irma dan Tomo sudah jauh di depan, mereka mendekati petugas yang menyediakan jasa snorkeling. Sayangnya Reva tidak tertarik, dia bahkan masih mencari-cari apa yang sebenarnya akan dia lakukan di sini.

Sebuah  Cidomo mendekat. Sang kusir menawarinya berkeliling Gili. Tanpa pikir panjang dia segera mengangguk dan naik meski kusir muda itu belum selesai menjelaskan diskon-diskon yang bisa dia berikan. Peduli amat dengan diskon? Yang terpenting baginya sekarang  ialah menikmati tempat ini sendiri. Tentu kusir Cidomo tidak masuk dalam hitungan.

Alat transportasi mirip delman itu cukup nyaman dinaiki. Tempat duduknya persis seperti delman, hanya saja Cidomo menggunakan ban mobil. Kuda akan berlari cepat saat melewati jalan berpasir dan kembali lambat saat melewati jalan biasa. Reva pun dimanjakan oleh pemandangan yang sangat menakjubkan, debur ombak, dan warna laut yang biru jernih, dertan pohon Cemara, Akasia, Kelapa juga rumah-rumah jerami adat Sasak.

Pikirannya terbang, membayangkan betapa akan sangat romantis menikmati semua itu berdua dengan seseorang yang merangkulkan lengan di pinggangnya.

Reva sungguh tak bisa membayangkan membangun rumah tangga dan tinggal bersama orang yang sama sekali tidak dia kenal. Mungkin sama buruknya seperti yang terjadi antara dia dan kusir Cidomo saat ini. Membosankan.


Dia tidak habis pikir kenapa papa begitu yakin dia  akan mencintai lelaki itu dan bahagia bersamanya hanya karena dia mudah bergaul? Tubuhnya bergidik menerka-nerka lelaki seperti apa yang dipilih menjadi suaminya itu. Mudah bergaul, belum tentu berarti mudah hidup bersama kan?

"Nona datang sendirian kah?" tanya kusir Cidomo mengagetkan.

"Ah nggak, tapi temanku sibuk dengan acaranya sendiri. Dan memang aku sedang ingin sendiri."

"Sayang sekali kalau tempat seindah ini Nona habiskan untuk menyendiri. Cobalah snorkeling dan nikmati pemandangan laut yang sangat cantik di sini, semoga Nona bisa merasa lebih baik."


Merasa lebih baik? Aneh rasanya mendengar seseorang yang tak dikenal  itu mengharapkan perasaannya akan lebih baik. Sementara orang-orang didekatnya bahkan tidak paham kalau perasaannya sedang tidak baik.

"Snorkeling? Yah dua orang itu sedang melakukannya sekarang. Mereka ke sini buat nemenin aku. Tapi mereka melakukan hal-hal tanpa bertanya padaku. Baiklah, aku juga akan ber-snokeling sendiri," celetuknya kesal lalu menyadari sesuatu.

Apakah Irma dan Tomo ada hubungan khusus?


Jodohkan Saja Part 3 baca di sini


Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Posting Komentar