'NYAWA' BMI
Oleh : Rainy Okkie (KPKers HK)
Kisah sukses para Buruh Migran
Indonesia di Hong Kong membuat banyak orang tergiur untuk menjadi TKI di Hong
Kong yang dikenal sebagai surganya TKI. Namun apakah semua BMI Hong Kong itu
sukses? Faktanya, tidak sedikit BMI yang justru terjerumus, terkatung-katung
tanpa perlindungan bahkan meregang nyawa. Sayangnya 'KisahTragis' itu
seringkali tidak ikut diceritakan oleh pihak PJTKI atau balai pelatihan TKI dan
mungkin justru disembunyikan karena khawatir membuat para calon tenaga kerja
takut pergi ke luar negeri. Padahal
kisah-kisah tersebut sangat perlu diketahui oleh para calon TKI agar mereka lebih berhati-hati. Berikut beberapa kisah buruk yang kerap
terjadi.
Ke dua, hingga pertengahan tahun 2015 ini kasus penipuan
sesama BMI masih saja terjadi meski berbagai artikel dan penyuluhan telah
banyak yang membahas tentang pentingnya menjaga dokumen pribadi. Beberapa kasus
yang ada, korban merupakan BMI yang belum lama bekerja di Hong Kong. Ini
sungguh tragis karena modus dan kronologi kejadiannya hampir selalu sama.
Pelaku mengungkapkan membutuhkan uang banyak, meminta korban mengajukan pinjaman
ke bank atas nama dan menggunakan dokumen pribadi korban (Paspor, KTP, kontrak
kerja) dan berjanji akan membayar angsuran tepat waktu. Namun yang terjadi
tersangka hanya akan membayar beberapa kali angsuran lalu kabur dan
menghilangkan jejak.
Ke tiga yaitu status over stay yang banyak disandang oleh
BMI di Hong Kong. Pada akhir tahun 2014 kemarin dua WNI perempuan dibunuh dan
dimutilasi oleh kekasihnya Rurik yang berkebangsaan barat. Setelah diselidiki satu
dari WNI tersebut merupakan BMI over stay. Pembunuhan WNI pun terjadi lagi pada
bulan Juni kemarin yang menimpa Wiji Astutik yang juga dilakukan oleh sang
kekasih. Kasus ini akhirnya menguak pengetahuan tentang status paper yang
tidak banyak diketahui oleh para BMI. Paper
ialah surat ijin tinggal dari pemerintah Hong Kong yang diberikan atas dasar
permohonan dari WNA karena tidak ingin kembali ke tanah air dengan alasan
tertentu. WNA yang memiliki surat paper tersebut mendapat jaminan uang dari
pemerintah sebesar $1500 HKD perbulan. Jumlah yang sangat sedikit karena Wiji
Astutik pun tinggal di sebuah tenda di luar
apartemen.
Dari ketiga kasus di atas semua berhubungan dengan dokumen
pribadi BMI yang saya sebut sebagai 'Nyawa BMI'. Kasus pertama memang tidak
behubungan dengan paspor, tetapi berhubungan dengan kontrak kerja. Bagaimanapun
BMI harus tahu hak-haknya terkait kontrak kerja dengan majikan.
Pada kasus ke dua dan ke tiga peran pentingnya menjaga
'Nyawa BMI' di negara asing terlihat lebih kompleks. Apabila kita menggadaikan
dokumen pribadi kita untuk membantu orang lain, sama saja kita menggadaikan
nyawa kita padanya. Siapa yang akan bertanggung jawab bila dokumen kita
disalahgunakan? Tentu saja kita, bila kita tidak ingin berususan dengan polisi
dan penjara karena tidak melunasi pinjaman tersebut.
Keberadaan BMi di negara asing sangat bergantung pada 'Nyawa
BMI' tersebut. Tanpa paspor dan kontrak kerja, sama artinya kita sudah
tidak punya 'nyawa' untuk hidup lagi. Keberadaan kita tidak diakui, tidak ada perlindungan hukum malah
menjadi buronan polisi dan imigrasi. Tidak memiliki tanda pengenal sebagai
resident Hong Kong, WNA tidak akan bisa mendapat pekerjaan legal. Apabila
memang 'nyawa' kita sudah habis, ya pulanglah! Meski itu juga belum tentu
menjadi pilihan terbaik tetapi itu bisa jadi pilihan yang tepat. Kembali ke
tanah air dimana kita terdaftar sebagai warga negara yang diakui, ada rumah
tempat berteduh, ada keluarga tempat berbagi keluh kesah.
Pengetahuan menjaga pentingnya 'nyawa BMI', seluk-beluk
peraturan dan ketentuan sebagai TKI menjadi tugas wajib pihak PJTKI juga
BPN2PTKI dan harus diberikan sedini mungkin. Tidak ada pekerjaan tanpa resiko,
dan semua calon TKI harus tahu dan mengerti cara penyelesaiannya sebelum mereka
berangkat ke luar negeri. Jaga baik-baik dokumen pribadi kita, ingat ada
keluarga yang dulu kita tinggalkan dengan bercucur air mata.
0 komentar:
Posting Komentar